Selasa, 25 April 2017

CONTOH TEKS ULASAN CERPEN kyai merecon dan keluarga kucing...

CONTOH TEKS ULASAN CERPEN Kyai Merecon dan Keluarga Kucing....

LENGKAP DENGAN STRUKTUR DAN UNSUR INTRINSIK 




  1. ISI CERPEN

Kyai Merecon dan Keluarga Kucing

Pagi itu, langit mulai membuka ruang, jelajah awan menaiki tangga-tangga langit, semakin berbaris. Mentari pagi tepati janji, menyinari cakrawala yang masih terselimuti kabut gunung merapi.
Di kampung yang sejuk, orang menyebutnya kampung pedut, dalam bahasa jawa artinya awan atau kabut yang menutupi pandangan. Memang kampung ini berada di kaki gunung merapi, kampung yang sejuk, air mengalir menyelinap bebatuan tiada henti, riuk angin menggerakan pohon bambu iramanya beriringan bagaikan musik simpony. Anak-anak berlari di buruan menembus kabut yang masih menyelimuti pagi.
Sementara para petani tembakau, berkerudung sarung, menelusuri jalan setapak menuju ke kebun tempat mereka bekerja. Tak, heran di pagi buta kampung ini telah sepi ditinggalkan penghuninya pergi ke ladang. Di sini tak ada sejengkalpun tanah yang dibiarkan merana. Semua ditanami sayuran dan buah strawbery.
Di kampung yang sepi, terkadang terdengar letusan beberapa kali suara merecon, seperti suara dentuman meriam. Seorang nenek mendatangi sumber suara itu dan berteriak, kyai, masih ada mereconnya, tolong nyalakan lagi biar tidak sepi. Sungguh aneh prilaku nenek yang kabarnya sedang menderita penyakit jantung itu, ia tidak terusik sama-sekali dengan dentuman suara merecon.
Nenek Wagiem, seringkali menyebut kyai muda bernama Mohammad Solikhin asal kampung pedut, Boyolali itu kyai merecon, sebab kebiasaannya yang sering membuat merecon muali dari sebesar kaleng susu kental sampai sebesar biskuit.
Tenang mbok, masih banyak akan saya buatkan lagi, biar kampung kita tidak sepi, sekaligus menyambut tamu, sahabat saya yang datang dari Tasikmalaya. Iya kan Din, katanya sambil menatap mataku, aku tidak menjawab hanya mengacungkan jempol saja sebagai tanda setuju.
Tahyudin mengira, sahabatnya yang sudah menjadi kyai dan penulis ratusan buku itu hanya bercanda, akan menyalakan merecon disaat dirinya tiba. Namun, ucapannya itu benar-benar dilaksanakan.“ Ah, dasar kyai aneh, ada saja hal yang terkadang tidak umum,” kata Tahyudin lirih.
Bahkan, Kyai merecon, memakai motor yang dipakainya keliling ke pengajian di kampungnya dan terkadang ke kota, tidak menggunakan angka seperti plat nomor pada umumnya. Namun di Plat nomor depan bertuliskan Alhamdilillah dan di plat nomor belakang bertuliskan subhanallah.
Apa maksudnya itu kawan? Tanya Tahyudin, ke sang Kyai. Begini, Alhamulillah aku bisa pake motor, tapi saat mengingat ke belakang ternyata motor ini belum lunas masih cicilan aku kaget, subhanallah, kata kyai Solikhin. Tahyudin hanya tersenyum mendengar jawaban temannya itu, benar-benar aneh lagi.
Sang Kyai membuka pembicaraan yang sedikit serius, ia betutur saat ditanya mengapa di rumahnya banyak sekali memelihara kucing-kucing kampung? Sebenarnya, kata Kyai Solihin aku tidak memelihara kucing yang jumlahnya kini sudah mencapai puluhan. Aku hanya membiarkannya untuk hidup dan berkumpul di sini, sekali-kali aku beri makan kesukaan para kucing itu.
Kyai menuturkan awal mula ia membiarkan keluarga kucing itu, ada kisah yang membuatnya pilu dan tak terlupakan. Dirinya mengaku sangat jijik dan benci terhadap kucing-kucing yang tekadang jorok dan mencuri makanan.
Ia, pernah memempuh perjalanan dengan berjalan kaki sepanjang 20km, menuju ke pasar tradisional. Ia membawa anak kucing sebanyak empat ekor, untuk dibuang ke pasar. Aku bukan bermaksud menelantarkan anak-anak kucing ini, di pasar anak-anak kucing ini akan cepat tumbuh dan gemuk karena banyak makanan. Mulai dari tulang-tulang ikan asin, sisa makan yang dibuang bahkan akan ada orang yang merawatnya.
Emmm, aku akan lempar anak-anak kucing ini di pasar, gumam kyai merecon. Setelah, sepuluh hari kepulangan ke rumahnya, alangkah terkejutnya empat anak kucing itu, sedang bercengkarama dengan induknya, bukannya gemuk anak kucing itu nampak kurus kering. Ia seakan meluapkan rasa kangen terhadap induknya dengan terus bercengkarama dengan induknya.
“ Ya Allah, selama ini aku telah berkesimpulan salah, memisahkan keluarga kucing ini bukannya menjadi solusi, tapi telah menelantarkannya, selama berhari-hari anak kucing itu bejalan sepanjang 20 Km, mungkin perjuangan mereka untuk menemukan induknya, berhari-hari membuat mereka lupa makan. Keempat anak kucing itu tidak tertarik dengan godaan banyaknya makanan di pasar, mereka lebih tertarik berkumpul keluarganya, walau hidup sederhana, tapi empat anak kucing ini menerapkan palsafah jawa kuno “ Mangan Ora Mangan Asal Kumpul,” artinya makan tidak makan asal kumpul,” terang kyai merecon.
Nah, ini anak kucing, apalagi anak manusia, saat mereka ditinggal ayah atau ibunya, menjadi yatim atau yatim piatu, bagaimana perjuangan mereka menghilangkan rasa sedih itu, bagaiman keterasingan anak manusia tanpa orang tua.,betul tidak Din? Seraya menatap mata sahabatnya.
Setelah kejadian ini Din, aku membiarkan keluarga kucing ini agar tetap utuh dan hidup damai di dalam rumahku. Aku tidak berani lagi memisahkan mereka, apalagi menelantarkannya, Coba kamu pikir, kalau anak manusia dibiarkan terlantar alangkah dosa besarnya kita.



     2.ULASAN

Judul    : Kyai Merecon dan Keluarga Kucing
Penulis : Tahyudin Ali Mursyid
Tebal    : 2 halaman

STRUKTUR
TEKS
Orientasi
Cerita pendek “Kyai Merecon dan Keluarga Kucing” merupakan karya Tahyudin Ali Mursyid dengan tebal 2 halaman. Cerpen ini menceritakan Penulis (Tahyudin) yang berkunjung ke rumah K.H Mohammad Solikhin di Pedut, Boyolali. Selain menceritakan sahabatnya itu, didalam cerpen ini juga menceritakan Asal mula sang kyai memelihara kucing liarnya.
Tafsiran
Pada Paragraf 1 sampai 3, penulis menggambarkan waktu dan suasana di kampung pedut. Pada paragraf 1 Penulis membuatan waktu dan suasana dengan bahasa puitis agar dapat memperindah tulisan, seperti “langit mulai membuka ruang, jelajah awan menaiki tangga-tangga langit, semakin berbaris. Mentari pagi tepati janji, menyinari cakrawala yang masih terselimuti kabut gunung merapi”. Begitu pula paragraf 2 dan 3 masih menggunakan bahasa puitis namun yang membedakan paragraf 2 dan 3 lebih menggambarkan Tempat dan keseharian warga di pedut.
Untuk paragraf 4 sampai 5, penulis menceritakan K.H Mohammad Solikhin dengan Nenek Wagiem “Di kampung yang sepi, terkadang terdengar letusan beberapa kali suara merecon, seperti suara dentuman meriam. Seorang nenek mendatangi sumber suara itu dan berteriak, kyai, masih ada mereconnya, tolong nyalakan lagi biar tidak sepi. Sungguh aneh prilaku nenek yang kabarnya sedang menderita penyakit jantung itu, ia tidak terusik sama-sekali dengan dentuman suara merecon. Nenek Wagiem, seringkali menyebut kyai muda bernama Mohammad Solikhin asal kampung pedut, Boyolali itu kyai merecon, sebab kebiasaannya yang sering membuat merecon muali dari sebesar kaleng susu kental sampai sebesar biskuit.
Untuk Paragraf selanjutnya yaitu paragraf 6 sampai 9, penulis mulai muncul dalam cerita “Tenang mbok, masih banyak akan saya buatkan lagi, biar kampung kita tidak sepi, sekaligus menyambut tamu, sahabat saya yang datang dari Tasikmalaya. Iya kan Din, katanya sambil menatap mataku, aku tidak menjawab hanya mengacungkan jempol saja sebagai tanda setuju. Tahyudin mengira, sahabatnya yang sudah menjadi kyai dan penulis ratusan buku itu hanya bercanda, akan menyalakan merecon disaat dirinya tiba. Namun, ucapannya itu benar-benar dilaksanakan.“ Ah, dasar kyai aneh, ada saja hal yang terkadang tidak umum,” kata Tahyudin lirih. Bahkan, Kyai merecon, memakai motor yang dipakainya keliling ke pengajian di kampungnya dan terkadang ke kota, tidak menggunakan angka seperti plat nomor pada umumnya. Namun di Plat nomor depan bertuliskan Alhamdilillah dan di plat nomor belakang bertuliskan subhanallah. Apa maksudnya itu kawan? Tanya Tahyudin, ke sang Kyai. Begini, Alhamulillah aku bisa pake motor, tapi saat mengingat ke belakang ternyata motor ini belum lunas masih cicilan aku kaget, subhanallah, kata kyai Solikhin. Tahyudin hanya tersenyum mendengar jawaban temannya itu, benar-benar aneh lagi.”

Paragraf selanjutnya sampai 14 menceritakan alasan kyai memelihara kucing liar. Barulah paragraf 15 sampai terakhir penulis menutup dengan amanat dari K.H Mohammad Solikhin “Nah, ini anak kucing, apalagi anak manusia, saat mereka ditinggal ayah atau ibunya, menjadi yatim atau yatim piatu, bagaimana perjuangan mereka menghilangkan rasa sedih itu, bagaiman keterasingan anak manusia tanpa orang tua.,betul tidak Din? Seraya menatap mata sahabatnya. Setelah kejadian ini Din, aku membiarkan keluarga kucing ini agar tetap utuh dan hidup damai di dalam rumahku. Aku tidak berani lagi memisahkan mereka, apalagi menelantarkannya, Coba kamu pikir, kalau anak manusia dibiarkan terlantar alangkah dosa besarnya kita.”

Evaluasi
Biasanya cerpen hanya memiliki 1 kejadian saja yang diceritakan namun cerpen ini memiliki 2 kejadian, yaitu tentang kyai merecon dan keluarga kucing. Sehingga akan lebih baik kyai merecon hanya digunakan untuk pengenalan singkat saja dan inti cerita lebih baik difokuskan ke masalah kisah kucingnya yang saya rasa sangat menarik. Selebihnya cerpen ini sagatlah menarik dan memberi memotivasi tiap orang yang membacanya. Selain itu cerpen ini juga sangat mendalam sehingga pembaca dapat ikut merasakan kisah cerita tersebut.

Rangkuman
Dengan mengesampingkan kekurangan tadi, Cerpen ini saya rasa sangatlah menarik karena memiliki gaya penulisan yang khas. Selain itu Pemakaian kata yang sederhana dan mudah dikenal juga membuat pembaca dapat mengerti dan meresapi tiap bacaan. Sehingga saya pribadi menilai cerpen ini sangatlah wajib dibaca karena banyak nasihat dan motivasi untuk membangun sikap atau pribadi yang lebih baik.



UNSUR INTRINSIK

1.      Tema: Awal mula Kyai merecon memelihara kucing
2.      Latar Tempat : Pedut, Boyolali Dan Pasar
                     Waktu  :Pagi, Siang dan masa lampau
                     Suasana: Bahagia dan Terharu
3.      Penokohan
Para petani tembakau: Rajin (Tokoh pembantu)
Anak-Anak : Riang Gembira (Tokoh Pembantu)
Kyai Mohammad Solikhin: Jujur,penulis, dan disebut kyai merecon (Tokoh Utama)
Nenek Wagiem : Baik, memiliki penyakit jantung (Tokoh pembantu)
Tahyudin(Aku): suka bercanda, Baik (Tokoh Utama)
4.      Pesan moral
Jangan Pernah memisahkan anak kucing dengan induk nya karena itu akan membuat sedih hati seekor anak kucing dan induknya, begitu pula pada manusia.



4 komentar:

  1. Siapakah nama dari tata sampul,tata isi ,pracetak dari cerita kyai merecon dan keluarga kucing

    BalasHapus
  2. Saya sangat menyukai cerpen ini
    Terima kasih kepada orang yang membuat cerpen ini saya sangat terharu membaca cerpen ini sekali lagi terima kasih

    BalasHapus
  3. Tuliskan kekurangan dari cerpen tersebut! Jawaban ny apa ya?

    BalasHapus

MIS Cintaraja