CONTOH TEKS ULASAN CERPEN Kyai Merecon dan Keluarga Kucing....
LENGKAP DENGAN STRUKTUR DAN UNSUR INTRINSIK
- ISI CERPEN
Kyai
Merecon dan Keluarga Kucing
Pagi
itu, langit mulai membuka ruang, jelajah awan menaiki tangga-tangga langit,
semakin berbaris. Mentari pagi tepati janji, menyinari cakrawala yang masih
terselimuti kabut gunung merapi.
Di
kampung yang sejuk, orang menyebutnya kampung pedut, dalam bahasa jawa artinya
awan atau kabut yang menutupi pandangan. Memang kampung ini berada di kaki
gunung merapi, kampung yang sejuk, air mengalir menyelinap bebatuan tiada
henti, riuk angin menggerakan pohon bambu iramanya beriringan bagaikan musik
simpony. Anak-anak berlari di buruan menembus kabut yang masih menyelimuti
pagi.
Sementara
para petani tembakau, berkerudung sarung, menelusuri jalan setapak menuju ke
kebun tempat mereka bekerja. Tak, heran di pagi buta kampung ini telah sepi
ditinggalkan penghuninya pergi ke ladang. Di sini tak ada sejengkalpun tanah
yang dibiarkan merana. Semua ditanami sayuran dan buah strawbery.
Di
kampung yang sepi, terkadang terdengar letusan beberapa kali suara merecon,
seperti suara dentuman meriam. Seorang nenek mendatangi sumber suara itu dan
berteriak, kyai, masih ada mereconnya, tolong nyalakan lagi biar tidak sepi.
Sungguh aneh prilaku nenek yang kabarnya sedang menderita penyakit jantung itu,
ia tidak terusik sama-sekali dengan dentuman suara merecon.
Nenek
Wagiem, seringkali menyebut kyai muda bernama Mohammad Solikhin asal kampung
pedut, Boyolali itu kyai merecon, sebab kebiasaannya yang sering membuat
merecon muali dari sebesar kaleng susu kental sampai sebesar biskuit.
Tenang
mbok, masih banyak akan saya buatkan lagi, biar kampung kita tidak sepi,
sekaligus menyambut tamu, sahabat saya yang datang dari Tasikmalaya. Iya kan
Din, katanya sambil menatap mataku, aku tidak menjawab hanya mengacungkan
jempol saja sebagai tanda setuju.
Tahyudin
mengira, sahabatnya yang sudah menjadi kyai dan penulis ratusan buku itu hanya
bercanda, akan menyalakan merecon disaat dirinya tiba. Namun, ucapannya itu
benar-benar dilaksanakan.“ Ah, dasar kyai aneh, ada saja hal yang terkadang
tidak umum,” kata Tahyudin lirih.
Bahkan,
Kyai merecon, memakai motor yang dipakainya keliling ke pengajian di kampungnya
dan terkadang ke kota, tidak menggunakan angka seperti plat nomor pada umumnya.
Namun di Plat nomor depan bertuliskan Alhamdilillah dan di plat nomor belakang
bertuliskan subhanallah.
Apa
maksudnya itu kawan? Tanya Tahyudin, ke sang Kyai. Begini, Alhamulillah aku
bisa pake motor, tapi saat mengingat ke belakang ternyata motor ini belum lunas
masih cicilan aku kaget, subhanallah, kata kyai Solikhin. Tahyudin hanya
tersenyum mendengar jawaban temannya itu, benar-benar aneh lagi.
Sang
Kyai membuka pembicaraan yang sedikit serius, ia betutur saat ditanya mengapa di
rumahnya banyak sekali memelihara kucing-kucing kampung? Sebenarnya, kata Kyai
Solihin aku tidak memelihara kucing yang jumlahnya kini sudah mencapai puluhan.
Aku hanya membiarkannya untuk hidup dan berkumpul di sini, sekali-kali aku beri
makan kesukaan para kucing itu.
Kyai
menuturkan awal mula ia membiarkan keluarga kucing itu, ada kisah yang
membuatnya pilu dan tak terlupakan. Dirinya mengaku sangat jijik dan benci
terhadap kucing-kucing yang tekadang jorok dan mencuri makanan.
Ia,
pernah memempuh perjalanan dengan berjalan kaki sepanjang 20km, menuju ke pasar
tradisional. Ia membawa anak kucing sebanyak empat ekor, untuk dibuang ke
pasar. Aku bukan bermaksud menelantarkan anak-anak kucing ini, di pasar
anak-anak kucing ini akan cepat tumbuh dan gemuk karena banyak makanan. Mulai
dari tulang-tulang ikan asin, sisa makan yang dibuang bahkan akan ada orang
yang merawatnya.
Emmm,
aku akan lempar anak-anak kucing ini di pasar, gumam kyai merecon. Setelah,
sepuluh hari kepulangan ke rumahnya, alangkah terkejutnya empat anak kucing
itu, sedang bercengkarama dengan induknya, bukannya gemuk anak kucing itu
nampak kurus kering. Ia seakan meluapkan rasa kangen terhadap induknya dengan
terus bercengkarama dengan induknya.
“
Ya Allah, selama ini aku telah berkesimpulan salah, memisahkan keluarga kucing
ini bukannya menjadi solusi, tapi telah menelantarkannya, selama berhari-hari
anak kucing itu bejalan sepanjang 20 Km, mungkin perjuangan mereka untuk
menemukan induknya, berhari-hari membuat mereka lupa makan. Keempat anak kucing
itu tidak tertarik dengan godaan banyaknya makanan di pasar, mereka lebih
tertarik berkumpul keluarganya, walau hidup sederhana, tapi empat anak kucing
ini menerapkan palsafah jawa kuno “ Mangan Ora Mangan Asal Kumpul,” artinya
makan tidak makan asal kumpul,” terang kyai merecon.
Nah,
ini anak kucing, apalagi anak manusia, saat mereka ditinggal ayah atau ibunya,
menjadi yatim atau yatim piatu, bagaimana perjuangan mereka menghilangkan rasa
sedih itu, bagaiman keterasingan anak manusia tanpa orang tua.,betul tidak Din?
Seraya menatap mata sahabatnya.
Setelah
kejadian ini Din, aku membiarkan keluarga kucing ini agar tetap utuh dan hidup
damai di dalam rumahku. Aku tidak berani lagi memisahkan mereka, apalagi
menelantarkannya, Coba kamu pikir, kalau anak manusia dibiarkan terlantar
alangkah dosa besarnya kita.
2.ULASAN
Judul : Kyai Merecon dan Keluarga Kucing
Penulis
: Tahyudin Ali Mursyid
Tebal : 2 halaman
STRUKTUR
|
TEKS
|
Orientasi
|
Cerita
pendek “Kyai Merecon dan Keluarga Kucing” merupakan karya Tahyudin Ali Mursyid
dengan tebal 2 halaman. Cerpen ini menceritakan Penulis (Tahyudin) yang
berkunjung ke rumah K.H Mohammad Solikhin di Pedut, Boyolali. Selain
menceritakan sahabatnya itu, didalam cerpen ini juga menceritakan Asal mula
sang kyai memelihara kucing liarnya.
|
Tafsiran
|
Pada
Paragraf 1 sampai 3, penulis menggambarkan waktu dan suasana di kampung pedut.
Pada paragraf 1 Penulis membuatan waktu dan suasana dengan bahasa puitis agar
dapat memperindah tulisan, seperti “langit
mulai membuka ruang, jelajah awan menaiki tangga-tangga langit, semakin
berbaris. Mentari pagi tepati janji, menyinari cakrawala yang masih terselimuti
kabut gunung merapi”. Begitu pula paragraf 2 dan 3 masih menggunakan
bahasa puitis namun yang membedakan paragraf 2 dan 3 lebih menggambarkan
Tempat dan keseharian warga di pedut.
Untuk
paragraf 4 sampai 5, penulis menceritakan K.H Mohammad Solikhin dengan Nenek
Wagiem “Di kampung yang sepi, terkadang
terdengar letusan beberapa kali suara merecon, seperti suara dentuman meriam.
Seorang nenek mendatangi sumber suara itu dan berteriak, kyai, masih ada
mereconnya, tolong nyalakan lagi biar tidak sepi. Sungguh aneh prilaku nenek
yang kabarnya sedang menderita penyakit jantung itu, ia tidak terusik
sama-sekali dengan dentuman suara merecon. Nenek Wagiem, seringkali menyebut
kyai muda bernama Mohammad Solikhin asal kampung pedut, Boyolali itu kyai
merecon, sebab kebiasaannya yang sering membuat merecon muali dari sebesar
kaleng susu kental sampai sebesar biskuit.”
Untuk
Paragraf selanjutnya yaitu paragraf 6 sampai 9, penulis mulai muncul dalam
cerita “Tenang mbok, masih banyak akan
saya buatkan lagi, biar kampung kita tidak sepi, sekaligus menyambut tamu,
sahabat saya yang datang dari Tasikmalaya. Iya kan Din, katanya sambil
menatap mataku, aku tidak menjawab hanya mengacungkan jempol
saja sebagai tanda setuju. Tahyudin mengira, sahabatnya yang sudah menjadi
kyai dan penulis ratusan buku itu hanya bercanda, akan menyalakan merecon
disaat dirinya tiba. Namun, ucapannya itu benar-benar dilaksanakan.“ Ah,
dasar kyai aneh, ada saja hal yang terkadang tidak umum,” kata Tahyudin
lirih. Bahkan, Kyai merecon, memakai motor yang dipakainya keliling ke
pengajian di kampungnya dan terkadang ke kota, tidak menggunakan angka
seperti plat nomor pada umumnya. Namun di Plat nomor depan bertuliskan
Alhamdilillah dan di plat nomor belakang bertuliskan subhanallah. Apa
maksudnya itu kawan? Tanya Tahyudin, ke sang Kyai. Begini, Alhamulillah aku
bisa pake motor, tapi saat mengingat ke belakang ternyata motor ini belum
lunas masih cicilan aku kaget, subhanallah, kata kyai Solikhin. Tahyudin
hanya tersenyum mendengar jawaban temannya itu, benar-benar aneh lagi.”
Paragraf
selanjutnya sampai 14 menceritakan alasan kyai memelihara kucing liar. Barulah
paragraf 15 sampai terakhir penulis menutup dengan amanat dari K.H Mohammad
Solikhin “Nah, ini anak kucing, apalagi
anak manusia, saat mereka ditinggal ayah atau ibunya, menjadi yatim atau
yatim piatu, bagaimana perjuangan mereka menghilangkan rasa sedih itu,
bagaiman keterasingan anak manusia tanpa orang tua.,betul tidak Din? Seraya
menatap mata sahabatnya. Setelah kejadian ini Din, aku membiarkan keluarga
kucing ini agar tetap utuh dan hidup damai di dalam rumahku. Aku tidak berani
lagi memisahkan mereka, apalagi menelantarkannya, Coba kamu pikir, kalau anak
manusia dibiarkan terlantar alangkah dosa besarnya kita.”
|
Evaluasi
|
Biasanya
cerpen hanya memiliki 1 kejadian saja yang diceritakan namun cerpen ini
memiliki 2 kejadian, yaitu tentang kyai merecon dan keluarga kucing. Sehingga
akan lebih baik kyai merecon hanya digunakan untuk pengenalan singkat saja
dan inti cerita lebih baik difokuskan ke masalah kisah kucingnya yang saya
rasa sangat menarik. Selebihnya cerpen ini sagatlah menarik dan memberi
memotivasi tiap orang yang membacanya. Selain itu cerpen ini juga sangat
mendalam sehingga pembaca dapat ikut merasakan kisah cerita tersebut.
|
Rangkuman
|
Dengan
mengesampingkan kekurangan tadi, Cerpen ini saya rasa sangatlah menarik
karena memiliki gaya penulisan yang khas. Selain itu Pemakaian kata yang
sederhana dan mudah dikenal juga membuat pembaca dapat mengerti dan meresapi
tiap bacaan. Sehingga saya pribadi menilai cerpen ini sangatlah wajib dibaca
karena banyak nasihat dan motivasi untuk membangun sikap atau pribadi yang
lebih baik.
|
UNSUR
INTRINSIK
1.
Tema:
Awal mula Kyai merecon memelihara kucing
2.
Latar
Tempat : Pedut, Boyolali Dan Pasar
Waktu :Pagi, Siang dan masa lampau
Suasana: Bahagia dan
Terharu
3.
Penokohan
Para petani tembakau: Rajin (Tokoh
pembantu)
Anak-Anak : Riang Gembira (Tokoh
Pembantu)
Kyai Mohammad Solikhin: Jujur,penulis,
dan disebut kyai merecon (Tokoh Utama)
Nenek Wagiem : Baik, memiliki penyakit
jantung (Tokoh pembantu)
Tahyudin(Aku): suka bercanda, Baik
(Tokoh Utama)
4.
Pesan
moral
Jangan Pernah memisahkan anak kucing
dengan induk nya karena itu akan membuat sedih hati seekor anak kucing dan
induknya, begitu pula pada manusia.
Sangat Bagus!!!!!
BalasHapusSiapakah nama dari tata sampul,tata isi ,pracetak dari cerita kyai merecon dan keluarga kucing
BalasHapusSaya sangat menyukai cerpen ini
BalasHapusTerima kasih kepada orang yang membuat cerpen ini saya sangat terharu membaca cerpen ini sekali lagi terima kasih
Tuliskan kekurangan dari cerpen tersebut! Jawaban ny apa ya?
BalasHapus